Dik Deretan bangku kosong itu Adalah tempatku menitipkan cerita Ketika perpisahan Tiba tiba menyeretku pada lorong panjang kesepian Juga kehilangan yang menyakitkan Saat pagi hanya menjanjikan kegelisahan akan tibanya waktu untuk sendiri menapaki resah Dari detik ke menit Menuju hari yang panjang Hanya rindu yang tertinggal untuk kurangkai Entah apa yang bisa menggantikan keriangan antar kita dulu Pernah kucoba temukan makna dari semua kedekatan yang hilang Saat kita pernah menyusuri rasa Dan membaginya pada desah bayu di siang yang kering Tanpa pernah menduga Akan ada badai yang datang menjelang senja Lalu memporak porandakan Benteng kokoh yang coba kita bangun Kini semua hanyalah bayang Juga jejak kenangan tentangmu Yang kutitipkan Di deretan bangku kosong itu 1007, siang tadi #odopbatch7
Sekitar awal tahun 1996 setelah gempa Liwa yang menyita perhatian dunia aku berkesempatan melintas kota Liwa Lampung Barat. Pada saat itu aku akan menuju Bengkulu mengunjungi mbah putri. Dari jendela bis aku menikmati pemandangan alam yang begitu memukau. Menurut berita yang aku baca kota ini pernah diguncang gempa dengan kekuatan 6,5 SR pada 15 Februari 1994. Ada sekitar 196 korban jiwa . Tak kurang dari 2000 orang mengalami luka luka. Dan 75 ribu orang kehilangan tempat tinggal. Jadi aku tak bermimpi untuk tinggal di daerah yang rawan gempa seperti ini. Pernah seorang teman mengajakku untuk mendaftar tes PNS di kota ini tapi aku menolaknya. Bagiku bisa menikmati indahnya alam saat melintas sudah cukup. Atau kapan kapan jalan jalan saja ke sini. 'Tak perlu menetap atau jadi penduduk sebuah kota kalau kau jatuh cinta pada elok pemandangannya' ucapku waktu itu Tapi rupanya takdir berkata lain. Aku menikah dengan salah seorang pemuda asli Lampung Barat. Walaupun aku tida
Perjalanan panjang bersamamu Terasa begitu syahdu Karena cintaku untukmu tak terbatas waktu Dari masa lalu Hingga kekinianku Hadirmu Temaniku di setiap waktu Di bekunya pagi Kau buat aku berjanji pada diri Di resahnya hari Kau buat aku menanti Sesuatu yang pasti Di kemilau senja Kau buat aku mendamba Dalam doa Di dinginnya malam Rinaimu tenggelamkanku Dalam buaian Berbincang denganmu Tumpah ruah segala rasaku Membuatku enggan beranjak Agar selalu dekat tanpa jarak Menari dalam rinaimu Habiskan jiwa kekanakanku Bermain bersamamu Temani jiwa keremajaanku Bersenda gurau dengan rintikmu Temani ku dalam penantian Meski kau tak pernah menjanjikan saat yang pasti untuk tiba Aku akan tetap menanti Saat saat kau hadir Terkadang tanpa tanda Lembut satu persatu Keras menghujam Sesaat mengejutkan Lama tanpa jeda Berselang, antara damba dan murka Berharap, antara benci dan cinta Hanya kuasaNya yang bisa mengendalikanmu Bukan pula
Comments
Post a Comment