Anakku

2018..
Ada apa dengan 2018mu? Tanya seorang  teman.
Rasa takut kehilangan yang membuatku sujud dihadapkan Allah SWT,  seraya memasrahkan segalanya hanya pad a-Nya. Siap dengan segala kemungkinan bahkan yang terburuk sekalipun.

Jum'at,  27April, bis Rombongan Study  Tour memasuki kotaku. Wajah wajah lelah setelah perjalanan wisata berhamburan. Masing masing meninggalkan bis menuju para penjemput.

Setelah memastikan semua anak sudah dijemput aku menelpon suamiku untuk dijemput. Aku ingin segera sampai di rumah.

Ya Allah, berapa remuk redam hatiku melihat buah hatiku kurus, dan matanya cekung. Meringis menahan sakit. Ku putuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Paling tidak dia bisa mendapatkan infus.

Tetapi betapa terkejutnya aku karena ternyata dokter memvonis dia terkena usus buntu dan harus dioperasi.
Ya Tuhan kuatkan hatiku. Ada rasa bersalah karena aku meninggalkannya dalam keadaan sakit. Kupikir hanya panas biasa. Tapi aku sungguh tak menyangka kalau sakitnya parah. Dia tak pernah mengeluh. Dan tak pernah bilang sakit.

Operasi berjalan lancar. Dia cukup kuat dan tabah menghadapinya. Dan itu menguatkan aku.
Walau setiap melihat robekan lukanya selalu membuatku menahan tangis.
Setelah melalui perwatan selama 8 hari dokter membolehkan kami pulang.

Dua hari di rumah dia muntah setiap habis makan atau minum obat. Kupikir itu dampak pasca operasi. Jadi aku selalu memberinya pemahaman bahwa itu akan segera  pulih setelah beberapa hari. Tapi setelah 5 hari masih saja muntah.

Aku mulai khawatir. Akhirnya kami memutuskan untuk Konsul ke dokter. Dan ternyata yang dikawatirkan terjadi. Menurut dokter terjadi penyumbatan pada usus. Dan dokter akan melakukan tindakan operasi.

Mendengar kata operasi membuatku limbung. Tapi tidak dengan anakku.
"Operasi kedua ini aku udah siap Bu. Aku lebih tenang. Kan udah tau yang mau di lakukan dokter itu apa aja" jelasnya

Malam sebelum operasi dia puasa. Aku menungguinya sendiri karena suamiku harus menunggu 2 anakku yg lain di rumah.
Dia memintaku tidur di sampingnya. Walaupun sempit aku turuti. Kami ngobrol macam macam. Tiba tiba dia menangis. Dia meminta maaf . Dia ceritakan semua kesalahannya. Yang bahkan tak pernah terpikir olehku. Aku berusaha keras untuk tidak menangis saat itu.

Keesokan harinya sesaat sebelum waktu operasi dia minta aku menelpon semua kerabat dan teman sekolahnya juga guru nya untuk minta maaf. Tidak ada yang tidak menangis ketika dia memohon maaf. Baik lewat telpon maupun langsung.
Pukul 15 00. Perawat mendorongnya ke ruang operasi. Kami menunggu di luar dengan bermacam rasa berkecamuk.

Hati ini berdebar setiap perawat manggil nama keluarga pasien.
1 jam , 2 jam 3 jam belum juga kami dipanggil. Sementara ada beberapa pasien yang sudah selesai operasi. Ya Allah apa yg terjadi dengan anakku?
Aku tak kuasa menahan tangis. Aku sudah tak kuat. Aku menangis sejadi jadinya. Suamiku menengakanku.

 Akhirnya kami dipanggil. Dan diminta untuk masuk keruang operasi. Aku tak sanggup. Akhirnya suamiku yang masuk. Beberapa saat dia keluar. Dia bilang semua baik baik saja. Dokter hanya memberikan penjelasan tentang kondisi usus yang harus diangkat.

Dia memintaku untuk mandi dan sholat isya. Dan menunggu di kamar pasien yang sudah kami pesan. Katanya operasinya sebentar lagi selesai. Aku menuruti nasehatnya. Karena memang tubuhku sudah ngedrop.

Pukul 23 00 perawat mendorong anakku ke kamar pasien. Operasi sudah selesai.
Kugenggam tangan dinginnya. Mata ku tertuju pada dua sayatan diperutnya.
Ya Allah kuatkan kami menerima ujian ini.
Saat mulai sadar dia tersenyum padaku.
"Tenang Bu, sudah selesai operasinya. Tinggal pemulihan. Aku baik baik aja kok" jelasnya dengan entengnya.
Kamu ngggak tau nak, bagaimana perasaan ibu tadi malam bisikku perlahan, dalam hati .
Itu setahun lalu. Kini dia sedang mondok di sebuah Ponpes di Jawa Tengah.

#odopbatch7
#odopday8






Comments

Popular posts from this blog

Cerita Kita

Liburan Sekalian Mudik ke Lampung Barat

Ini Tentang Hujan dan Aku